Rabu, 08 Juli 2009

Akses Sumber Daya Hayati Maksimal, Pembagian Manfaat Minimal?

Negara-negara peserta (parties) dari Konvensi Keanekaragaman Hayati (KKH) sepakat menyusun peta jalan menuju Rejim Internasional untuk Akses dan Pembagian Keuntungan (International regimes on Access and Benefit Sharing/ABS), pada tahun 2010. Peta jalan tersebut dihasilkan dari proses perundingan dalam Conference of Parties (COP) ke-9 KKH di Bonn, Jerman, yang berakhir akhir Mei lalu.

Rejim internasional tersebut untuk menetapkan aturan internasional bagaimana keuntungan atau manfaat dari penggunaan sumber daya genetik dan terkait dengan pengetahuan tradisional dibagi secara adil antara negara-negara pengguna dan negara-negara penyedia. Selama ini, negara-negara penyedia sumber daya genetik, masyarakat lokal dan adat yang merupakan pemilik pengetahuan, tidak mendapatkan bagian manfaat dari pemanfaatan sumber daya genetik dan pengetahuan tradisional yang banyak dikomersialisasikan oleh negera-negara dan perusahaan pengguna yang kebanyakan berasal negara maju.

Mengapa harus ada aturan yang berlaku internasional dan mengikat secara hukum (legally binding)? Negara-negera berkembang yang tergabung dalam LMMC (Like Minded Megadiverse Countries) dan Kelompok Afrika mengatakan bahwa aturan nasional tidak bisa mencegah terjadinya pencurian hayati. Karena itu diperlukan aturan internasinal yang bisa meregulasi akses atas sumber daya genetik dan dapat melindungi hak masyarakat lokal dan adat dari pencurian hayati.

Negara-negara yang berada dalam kelompok LMMC, yang menjadi parties dari KKH adalah Bolivia, Brazil, China, Kolombia, Kosta Rika, RepubliK Demokratik Kongo, Ekuador, India, Indonesia, Kenya, Madagaskar, Malaysia, Meksiko, Peru, Filipina, Afrika Selatan, dan Venezuela. Negara-negara tersebut memiliki keanekaragaman hayati terbesar di dunia.

Rejim internasional untuk ABS lebih merupakan kepentingan negara-negara berkembang, masyarakat pemilik pengetahuan yang terkait dengan sumber daya genetik, seperti Indonesia yang memiliki kekayaan hayati terbesar ke-2 di dunia. Rejim tersebut juga diperlukan untuk mengatur pembagian manfaat atas komersialisasi dari penggunaan keanekaragaman hayati dan pengetahuan tradisional kepada pemilik, yaitu masyarakat lokal dan adat.

Sementara bagi negara maju, perusahaan bioteknologi, farmasi, pertanian dan lainnya yang menggunakan keanekaragaman hayati dan pengetahuan yang melekat di dalamnya, rejim ini dianggap dapat menghambat akses atas sumber daya genetik. Karena itu dalam perundingan, kelompok negara-negara maju berupaya menyatakan ketidak-setujuannya dengan berbagai cara dan tingkatan.

Peta jalan tersebut dihasilkan dari perundingan Kelompok Konsultatif Informal (Informal Consultative Group) untuk ABS yang diketuai oleh dua orang yaitu Fernando Casa dari Kolombia dan Tim Hodges dari Kanada. Perundingan tersebut terbuka untuk semua negara-negara peratifikasi KKH atau parties, non-parties seperti LSM, kelompok bisnis, dan negara-negara non-parties seperti AS, serta para pengamat (observers).

Peta jalan menyebutkan akan ada tiga kali pertemuan Open-ended Working Group on Access and Benefit Sharing, sering disingkat sebagai WG-ABS. (Pertemuan Open-ended dalam organisasi PBB berarti terbuka untuk kalangan non pemerintah, kelompok masyarakat lokal dan adat serta bisnis). Pertemuan WG-ABS yang terbaru adalah Pertemuan yang ke-6 di Jenewa, Swiss bulan Januari 2008 lalu. Sehingga akan ada pertemuan WG-ABS yang ke-7, ke-8, dan ke-9 sampai 2010 sebelum diselenggarakannya COP ke-10 tahun 2010 di Nagoya, Jepang. Setiap pertemuan juga akan didahului dengan dua hari pertemuan informal.

Jumlah hari yang diperlukan dalam setiap kali pertemuan menjadi salah satu yang didiskusikan. Sebagain besar negara-negara secara konsensus memilih tujuh hari kerja, sedangkan Uni Eropa memilih lima hari kerja untuk setiap kali pertemuan WG. Dengan alasan, KKH memiliki keterbatasan dana karena banyakanya kelompok-kelompok ahli yang dihasilkan perundingan isu-isu lain dalam COP ke-9 ini. Namun salah satu ketua, Tim Hodges mengatakan bahwa merupakan tugas parties untuk menentukan berapa hari pertemuan yang dibutuhkan untuk membahas masing-masing isu. Dan menjadi tugas kelompok Budget, untuk berupaya membantu parties untuk menyelesaikan masalah pendanaan yang diperlukan dalam pembahasan substansi.

Pertemuan ke-7 dan ke-8 akan diselenggarakan pada tahun 2009, sedangkan pertemuan ke-9 akan diadakan sebelum pertemuan COP ke-10, tahun 2010. Pertemuan ke-7 akan merundingkan teks operasional mengenai tujuan (objective); cakupan (scope); compliance dan akses serta pembagian manfaat yang adil. Pertemuan ke-8 akan merundingkan teks operasional mengenai nature; pengetahuan tradisional yang terkait dengan sumber daya genetik; pengembangan kapasitas; compliance; serta akses dan pembagian manfaat yang adil. Sedangkan pertemuan ke-9, diharapkan akan menghasilkan teks operasional yang merupakan konsolidasi dari hasil pertemuan ke-7 dan ke-8.

Kesepakatan Lain

Kesepakatan lainnya yang dihasilkan dari perundingan Kelompok Konsultatif Informal untuk ABS, adalah lampiran (annex) dari pertemuan WG ke-6 di Jenewa, Swiss menjadi dasar untuk perundingan ABS selanjutnya.

Negara-negara parties juga memutuskan untuk menetapkan tiga kelompok ahli, yang terdiri dari compliance; konsep, terms, working definitions dan pendekatan sektoral; kelompok ahli untuk pengetahuan tradisional dan yang terkait dengan sumber daya genetik.

Pembahasan kerangka acuan untuk pertemuan kelompok ahli, juga dibicarakan dalam COP ke-9 KKH ini. Perundingan penyusunan kerangka acuan dan daftar pertanyaan yang akan diajukan kepada pertemuan kelompok ahli, dilakukan dalam pertemuan kelompok kecil ABS yang diketuai oleh Sem Shikongo dari Namibia.

Dalam pembahasan mengenai kerangka acuan pertemuan para ahli, Uni Eropa sempat mengusulkan ‘standar akses internasional’ menjadi salah satu yang harus dibahas dalam pertemuan para ahli. Usulan Uni Eropa didukung oleh Canada, Australia, Jepang dan Swiss.

Namun, ide ini ditolak oleh LMMC, yang menginginkan adanya aturan internasional untuk pembagian keuntungan. Alasannya negara-negara berkembang menginginkan adanya aturan internasional yang mengikat secara hukum untuk memastikan adanya pembagian keuntungan yang adil atas penggunaan dari sumeber daya genetik yang dimiliki. Tujuan yang juga menjadi tujuan ketiga dari adanya KKH, yaitu menjamin adanya keuntungan yang adil dan fair. Sementara negera-negara maju yang selama ini menjadi pengguna (termasuk perusahaan multinasional) ngotot agar ada kewajiban internasional yang standar untuk menyediakan akses pada sumber daya genetik.

Usulan tersebut akhirnya ditarik kembali, setelah perdebatan yang lama. Antigua dan Barbuda yang menjadi ketua kelompok G 77 dan China mengatakan bahwa proses-proses ke depan harus terus diawasi dengan seksama, untuk memastikan bahwa ketidakseimbangan keahlian yang dimiliki oleh negara berkembang dan negara maju tidak digunakan untuk kepentingan salah satu kelompok atau negara lain.

Dalam kerangka acuan Kelompok Ahli mengenai Compliance, akan terdapat 30 ahli yang akan dinominasikan oleh negera-negara parties, kemudian ada tiga ahli yang akan dinominasikan oleh kelompok masyarakat lokal dan adat. Sedangkan tujuh ahli akan dinominasikan oleh kalangan akademisi, organisasi non pemerintah, dan bisnis.

Diskusi yang panjang dan alot mengenai pertanyaan-pertanyaan yang akan diajukan pada pertemuan kelompok ahli, pembahasan kerangka acuan serta penentuan peta jalan telah menghabiskan seluruh waktu perundingan untuk ABS selama COP ke-9. Akibatnya, delegasi tidak banyak menyentuh isu-isu kunci seperti, tujuan, nature (sifat dan karakter) dan cakupan dari rejim internasional.

Kesepakatan lain adalah mengenai sifat/nature dari rejim internasional ABS yang akan disusun. Pada pertemuan di Bonn, China mengusulkan teks kompromi yang menyebutkan, rejim internasional tentang ABS akan memuat pengaturan yang mengikat secara hukum dan tidak mengikat secara hukum. Proposal China juga didukung oleh LMMC dimana China menjadi anggotanya.

Namun, negara-negara maju seperti Canada, Jepang, Australia dan Selandia Baru menolak adanya nature yang ‘mengikat secara hukum’ dan Uni Eropa juga enggan menerima tapi tidak cukup vokal.

Canada adalah satu-satunya negara yang bersikeras menolak sampai perundingan di hari Selasa (27 Mei), menjelang pertemuan pejabat tingkat tinggi pada 28 Mei. Canada mengatakan bahwa delegasi yang datang di COP ini tidak memiliki mandat untuk memutuskan mengenai instrument ‘yang mengikat secara hukum’ pada rejim internasional untuk ABS. Sehingga harus melakukan konsultasi dengan negaranya untuk memutuskan hal tersebut.

Mendengar sikap Canada, delegasi China langsung mengatakan di forum, bahwa sebaiknya delegasi Canada segera melakukan konsultasi dengan pemerintah Canada. “Sekarang masih siang di sana,” kata delegasi China, menunjuk waktu di Bonn sore hari. Sebagian delegasi bertepuk tangan dan tertawa mendengar pernyataan China.

Setelah pertemuan ditunda sekitar dua jam, delegasi Malaysia yang mewakili G77 dan China, membacakan teks kompromi antara G77 dan China dengan delegasi Canada. Berikut adalah teks kompromi tersebut:

[The Conference of Parties] "Further instructs the Working Group, after the negotiation of comprehensive operational text at its seventh meeting, to start the 8th Working Group meeting by negotiating on nature, followed by clearly identifying the component of the International Regime that should be addressed through legally-binding measures, non-legally binding measures or a mix of the two and to draft these provisions accordingly."

Perundingan untuk menyelesaikan rejim internasional untuk ABS dalam WG-ABS, dikenal sulit dan alot dalam membuat keputusan-keputusan sejak mendapatkan mandatnya tahun 2004. Sampai saat ini, WG ini telah melakukan pertemuan sampai 6 kali, dengan empat kali pertemuan sebelum COP ke-8 di Curitiba, Brazil dan dua kali setelahnya. Dalam COP ke-8, negara-negara berkembang berhasil memasukkan keputusan yang “melanjutkan untuk mengelaborasi dan merundingkan rejim internasional” serta mengintruksikan kepada WG-ABS untuk “menyelesaikan tugasnya secepat mungkin sebelum pertemuan COP ke-10” pada tahun 2010.

0 komentar:

 
PUMBAKALA site's © 2009 By. Ahmad