Jumat, 14 November 2008

Tumbuhkan norma sosial terhadap alam

TUMBUHKAN NORMA SOSIAL DALAM LINKUNGAN

Peranan Penting Hutan

Hutan merupakan suatu sumber kehidupan baik tumbuhan (flora) maupun hewan (fauna) dari yang sederhana maupun sampai ketingkat yang lebih tinggi dan dengan luas sedemikian rupa serta mempunyai kerapatan tertentu dan bisa juga menutupi areal, sehingga dapat membentuk iklim tertentu. Hutan sangat penting bagi kehidupan dimuka bumi, terutama bagi kehidupan gnerasi sekarang maupun generasi mendatang. Hutan dengan keanekaragaman hayati yang tinggi baik flora maupun fauna, didalamnya mempunyai mamfaat. Pamampaatan hutan dapat dikelompokan menjadi mamfaat tangible dan intangible. Mamfaat tangible merupakan mamfaat yang diperoleh dari sumber daya alam berbentuk material dan dapat dikualifikasikan dalam nilai kebutuhan hidup seperti kayu, sumber makanan, air dan lain-lain, sedangkan mamfaat intangible merupakan mamfaat sumberdaya alam tidak langsung tetapi masih dianggap barang publik dan bisa dinikmati orang banyak, misalnya : rekreasi, penelitian, pendidikan dan latihan dan lain–lain. Berbagai mamfaat tersebut merupakan asset nasional yang harus di kelola dan dipertahankan sebagai satu kawasan konservasi agar dapat bermamfaat bagi keseimbangan ekosistem.

Sebagai manusia kita harus mengetaui fungsi hutan sebagai penyedia air dan pengendali iklim mikro, sangat sulit ditampakkan dalam praktek kesehariannya. Bahkan terperangkap dalam jargon "Hutan - tambang emas keanekaragaman hayati" dan fungsi daerah konservasi sebagai perlindungan keanekaragaman hayati. Kita lupa bahwa ekosistem juga perlu dianekaragamkan untuk mengejar keseimbangan yang mungkin semakin jauh.

Bagi masyarakat luas (masyarakat produksi) hutan tidak harus diperlakukan seperti tanaman saja (penyedia kayu dan serat), karena mempunyai kegunaan penting lainnya seperti rekreasi dan pendidikan, habitat satwa liar, daerah aliran udara dan air; yang berfungsi paling baik bila ada berbagai macam jenis.

Sederetan penyebab kerusakan hutan dan menurunnya luas kawasan hutan dapat dikurangi dengan meningkatkan peran serta masyarakat yang lebih nyata, dan mengurangi "tekanan" kepada hutan dengan menekan kebutuhan atau konsumsi masyarakat (ingat program daur ulang, dan hemat energi termasuk air).

Peran masyarakat tidak hanya berhenti pada upaya mobilisasi yang dilaksanakan pemerintah semata, misalnya dalam gerakan penanaman hutan pohon. Melainkan harus timbul dalam spektrum yang lebih luas, mulai dari tahap kesadaran, perencanaan, pelaksanaan, dan pemantauannya. Peran serta Masyarakat bisa saja lahir dalam bentuk yang beraneka ragam, seperti mempertahankan ruang terbuka hijau di kota dan mengembangkannya menjadi hutan kota, mempertahankan daerah resapan air untuk dipergunakan guna kepentingan komersial, dll.

Belum terhitung permasalahan lingkungan yang lain. Setiap orang mengangguk mendengarkan "Pengelolaan lingkungan hidup yang berkelanjutan". Karena kita memang harus merencanakan dan mengelola lingkungan hidup dengan baik. Namun bila kita menghendaki lingkungan yang berkelanjutan, kita harus memikirkan kembali apa yang kita maksud dengan "lingkungan yang baik" itu.

Pendidikan Lingkungan

Manusia hidup dalam satu ruang yang berisi, ruang yang berisi ini disebut dengan lingkungan hidup. Lingkungan hidup ini terdiri dari komponen-komponen yang mempunyai hubungan satu sama lainnya, dapat kita bagi menjadi 3 golongan, yaiti :

1. golongan warga yang biasa disebut masyarakat manusia,

2. golongan hasil buatan dan binaan manusia, baik yang berupa benda maupun yang bukan, yang biasa disebut kebudayaan,

3. golongan hal yang biasa disebut kekayaan alam.

Kepribadian manusia sebagai mahluk sosial bisa bertindak (aksi) dan menerima sambutan (reaksi) dari sesamanya. Sejak lahir manusia memmpunyai sifat naluriah, naluriah trsebut bisa berkembang atau berubah karena pergaulan atau pendidikan. Seiring berubahnya sifat memungkinkan merobah hasrat yang semula tidak sosialis menjadi lebih sosialis.

Kebudayaan adalah cara hidup yang dibina oleh suatu masyarakat guna memenuhi kebutuhan pokoknya. Kebudayaan materil terdiri dari obyek fisik dengan cara penggunaannya, sedangkan kebudayaan immaterial mencakup kepercayaan, kebisaan, ide, idelogi dan bangunan-bangunan sosial, transmisi kebudayaan adal suatu proses pnerusan kebudayaan melalui pendidikan. Bila suatu kebudayaan berkembang sedemikian rupa sehinggan mencapai tingkatan yang tinggi dan kerumitan tertentu, maka dapat dikaakan pebedaan (silvilisasi).

Kekayaan alam yang terdapat didalam linkungan hidup mencakup hal-hal seperti tanah, air,udara, subermakanan dan lainya. Manusia sangat bergantung pada kekayaan alam, maka tidak sedikit manusia melakukan ekploitasi sumber daya alam yang berlebihan demi kepintingan pribadi tanpa melakukan observasi. Observasi lingkungan sangat penting demi keterjaganya kekayaan alam dandemi kelangsungan makhluk hidup.

Terlalu berpandangan pesimistik bahwa dampak negatif teknologi yang memerosotkan kualitas lingkungan hidup kita tidak mungkin dapat diatasi, Terlalu meyakini pendirian yang menyatakan bahwa teknologi mampu menyelamatkan nasib masa depan manusia; Terlalu apatis terhadap realitas kegiatan para pecinta lingkungan yang sedang memperjuangkan nasib masa depan dari ancaman degradasi lingkungan hidup.

Untuk itu Pendidikan Lingkungan melakukan 2 hal penting; yang pertama menyebarluaskan informasi-informasi seperti: ancaman terhadap hutan tropis, akibat penurunan luas hutan tropis, fakta-fakta degradasi lingkungan, dll. Kedua, melakukan encourage atau mendorong kesadartahuan masyarakat melalui wacana-wacana seperti antropoekologi, wawasan etika lingkungan, dll.

Hutan didalam dunia pendidikan memiliki nilai yang tinggi sebagai media pendidikan, serta bahan dan isi pendidikan. Untuk mengidentifikasi serta memecahkan permasalahan konservasi alam, dibutuhkan partisipasi masyarakat secara menyeluruh, diiringi kesadaran bahwa alam yang memerlukan perhatian khusus, merupakan hal penting bagi kehidupan saat ini dan masa yang akan datang. Kesadaran itu tidaklah datang dengan sendiri, tetapi harus dilakukan sejak usia dini dan terus berkelanjutan.

Norma Sosial dan Nilai Hidup

Terbentuknya norma sosial itu sebagian dari kebiasaan yang lambat laun menjadi pedoman hidup yang kokoh dan sebagian lagi berasal dari pemerintah dan larangan keagamaan. Dalam bertingkah laku dan berusaha manusia tidak hanya diatur oleh norma sosialnya, tetapi juga dikemudikan oleh pertimbangan-pertimbanganya.

Suatu gagasan atau pengalaman yang dapat memenuhi keinginan dan dijadikan pegangan hidupnya bisa disebut nilai hidup. Nilai hidup itu tidak nampak tetapi tercerminkan pada tingkah laku seseorang dan memberikan arah dan bentuk kepadanya.susunan nilai hidup ini bisa berubah dari waktu ke waktu dan tmpat ke tempat. Ada nilai hidup berdasarkan angan-angan atau ideal dan ada yang rasionil atau praktis. Nilai hidup yang menurut angan-angan mencerminkan tradisionil.

Masalah Kerusakan Lingkungan

Masalah kerusakan lingkungan hidup dan akibat-akibat yang ditumbulkan manusia bukanlah suatu hal yang asing lagi di telinga kita. Degan mudah dan sistematis kita dapat menunjuk dan mengetahui apa saja jenis kerusakan lingkungan hidup itu dan apa saja akibat yang ditimbulkanya. Misalnya; dengan cepat dan sistematis kita dapat mengerti bahwa eksploitasi alam dan penebagan hutan yang terlalu berlebihan dapat menyebabkan bencana banjir, tanah longsor dan kelangkaan air bersih; membuang limbah industri ke sungai dapat menyebabkan kematian ikan dan merusak habitatnya; penggunaan dinamit untuk menangkap ikan dapat merusak terumbu karang dan biota laut dan masih banyak lagi dampak lainya. Yang menjadi masalah adalah bahwa pengetahuan yang sama atas pengenalan kerusakan lingkungan hidup dan dampak yang ditimbulkan tersebut jarang terjadi dalam pemeliharaan dan perawatan lingkungan hidup. Pertanyaanya sekarang adalah benarkah kita sudah tidak dapat berpikir secara logis dan sistematis lagi sehingga tindakan kita untuk mengeksploitasi lingkungan hidup hanya berhenti pada tahap pengeksploitasian semata tanpa diikuti proses selanjutnya yaitu tanggungjawab untuk merawat dan memilihara? Lemahnya kesadaran kita terhadap lingkungan hidup juga terjadi karena adanya anggapan yang memandang bahwa pemanfaat alam bagi manusia itu adalah hal yang wajar. Menebang pohon guna kebutuhan manusia adalah hal yang sangat lumrah, misalnya. Membuang sampah sembarangan di mana pun sepertinya adalah suatu hal yang juga wajar, belum ada aturan yang ketat untuk itu. Kita tahu bahwa menebang pohon seenaknya atau membuang sampah sembarangan adalah suatu hal yang jelas-jelas salah, tapi kita tetap melakukannya berulang-ulang, sebab kita diuntungkan, tidak menjadi repot dan itu adalah hal yang sudah biasa dan mungkin kita menikmatinya. Barangkali kita baru akan benar-benar tersadar ketika terjadi bencana besar menimpa hidup kita atau sesama kita. Jika saja memang terjadi bahwa ada banyak orang memiliki pengetahuan dan kesadaran yang begitu rendah dan lamban seperti yang telah kita gambarkan di atas, betapa akan lebih cepat kerusakan lingkungan hidup kita. Hal tersebut tentunya tidak boleh terjadi, sebab kita semua tidak dapat hidup jika tidak ada lingkungan hidup yang menopang dan menjamin kehidupan kita. Dalam kerangka yang lebih luas, kita tentunya tahu bahwa hanya ada satu bumi tempat dimana kita hidup dan tinggal. Jika kerusakan lingkungan hidup berarti sama dengan kerusakan bumi, maka sama artinya dengan ancaman terhadap hidup dan tempat tinggal kita. Dengan kata lain, tugas untuk merawat dan memelihara lingkungan hidup, Alam serta segala isinya adalah tanggung jawab kita semua.

Masalah Moral dan Etika

Masalah kerusakan lingkungan hidup mempunyai cakupan yang cukup luas. Ia tidak hanya dibatasi di dalam bentuk kerusakan pada dirinya sendiri. Namun, ia juga terkait dengan masalah lain. Masalah yang dimaksud adalah masalah etika dan moral. Etika dapat dipahami sebagai filsafat atau pemikiran kritis dan mendasar tentang ajaran-ajaran dan pandangan-pandangan moral. Etika memberikan orientasi pada manusia agar manusia tidak hidup dengan cara ikut-ikutan saja terhadap berbagai fihak yang mau menetapkan bagaimana kita harus hidup, melainkan agar kita dapat mengerti sendiri mengapa kita harus mengambil sikap. Etika membantu, agar kita lebih mampu untuk mempertanggungjawabkan kehidupan kita. Sedangkan moral adalah ajaran-ajaran, wejangan-wejangan, kotbah-kotbah, patokan-patokan, kumpulan peraturan dan ketetapan entah lisan atau tertulis tentang bagaimana manusia harus hidup dan bertindak agar ia menjadi manusia yang baik. Kata moral selalu mengacu pada baik-buruknya manusia sebagai manusia.

1. Masalah Etika

Masalah lingkungan hidup menjadi masalah etika karena manusia seringkali lupa dan kehilangan orientasi dalam memperlakukan alam. Karena lupa dan kehilangan orientasi itulah, manusia lantas memperlakukan alam secara tanpa adanya tanggungjawab. Oleh karena itulah pendekatan etis dalam menyikapi masalah lingkungan hidup sungguh sangat diperlukan. Pendekatan tersebut pertama-tama dimaksudkan untuk menentukan sikap, tindakan serta manejemen perawatan lingkungan hidup dan seluruh anggota ekosistem di dalamnya dengan tepat. Maka, sudah sewajarnyalah jika saat ini dikembangkan etika lingkungan hidup dengan sikap ramah terhadap lingkungan hidup. Teori etika lingkungan hidup dapat dikategorikan dalam dua tipe yaitu tipe pendekatan human-centered (berpusat pada manusia atau antroposentris) dan tipe pendekatan life-centered (berpusat pada kehidupan atau biosentris). Teori etika human-centered mendukung kewajiban moral manusia untuk menghargai alam karena didasarkan atas kewajiban untuk menghargai sesama sebagai manusia. Sedangkan teori etika life-centered adalah teori etika yang berpendapat bahwa kewajiban manusia terhadap alam tidak berasal dari kewajiban yang dimiliki terhadap manusia. Dengan kata lain, etika lingkungan hidup bukanlah subdivisi dari etika human-centered. Semenjak jaman modern, orang lebih suka menggunakan pendekatan etika human-centered dalam memperlakukan lingkungan hidup. Melalui pendekatan etika ini, terjadilah ketidakseimbangan relasi antara manusia dan lingkungan hidup. Dalam kegiatan praktis, alam kemudian dijadikan obyek yang dapat dieksploitasi sedemikian rupa untuk menjamin pemenuhan kebutuhan manusia. Sangat disayangkan bahwa pendekatan etika tersebut tidak diimbangi dengan usaha-usaha yang memadai untuk mengembalikan fungsi lingkungan hidup dan makhluk-makhluk lain yang ada di dalamnya. Dengan latar belakang seperti itulah kerusakan lingkungan hidup terus-menerus terjadi hingga saat ini. Menghadapi masalah kerusakan lingkungan hidup yang terus terjadi, rasanya pendekatan etika human-centered tidak lagi memadai untuk terus dipraktekkan. Artinya, kita perlu menentukan pendekatan etis lain yang lebih sesuai dan lebih ramah terhadap lingkungan hidup. Jenis pendekatan etika yang kiranya memungkinkan adalah pendekatan etika life-centered yang tadi sudah kita sebutkan. Pendekatan etika ini dianggap lebih memadai sebab dalam praksisnya tidak menjadikan lingkungan hidup dan makhluk-makhluk yang terdapat di dalamnya sebagai obyek yang begitu saja dapat dieksploitasi. Sebaliknya, pendekatan etika ini justru sungguh menghargai mereka sebagai subyek yang memiliki nilai pada dirinya. Mereka memiliki nilai tersendiri sebagai anggota komunitas kehidupan di bumi. Nilai mereka tidak ditentukan dari sejauh mana mereka memiliki kegunaan bagi manusia. Mereka memiliki nilai kebaikan tersendiri seperti manusia juga memilikinya, oleh karena itu mereka juga layak diperlakukan dengan respect seperti kita melakukanya terhadap manusia.

2. Masalah Moral

Dalam kehidupan sehari-hari tindakan moral adalah tindakan yang paling menentukan kualitas baik buruknya hidup seseorang. Agar tindakan moral seseorang memenuhi kriteria moral yang baik, ia perlu mendasarkan tindakanya pada prinsip-prinsip moral secara tepat. Prinsip-prinsip moral yang dimaksud di sini adalah prinsip sikap baik, keadilan dan hormat terhadap diri sendiri. Prinsip-prinsip moral tersebut disebutkan rasanya juga perlu untuk dikembangkan lebih jauh. Artinya, prinsip moral semcam itu diandaikan hanyalah berlaku bagi sesama manusia. Padahal, dalam kehidupan sehari-hari seseorang tidak hanya berjumpa dan berinteraksi degan sesamanya. Bisa saja terjadi bahwa seseorang lebih sering berinteraksi dan berhubungan dengan makhluk non-human atau lingkungan hidup di mana ia tinggal, bekerja dan hidup. Maka rasanya kurang memadai jika dalam konteks tersebut tidak terdapat prinsip-prinsip moral yang jelas seperti ketika seseorang menghadapi sesamanya. Dengan kata lain, rasanya akan lebih baik jika terdapat prinsip-prinsip moral yang menjadi penentu baik buruknya tindakan seseorang dengan lingkungan hidup dan unsur-unsur kehidupan lain di dalamnya.

Dalam bidang kehidupan manusia, altruisme dan self-sucrifice secara umum diartikan sebagai ekspresi tertinggi dari moralitas. Altruisme dan self-sucrifice adalah tindakan yang jelas mencerminkan bagaimana suatu aksi tidak hanya dimaksudkan demi kebaikan pribadi. Hal tersebut jelas menjadi representasi dari kriteria diri sebagai dasar moral. Jika kita menggunakan kacamata yang lebih luas, ekspresi tertinggi moralitas bisa jadi bukan hanya sekedar monopoli bidang kehidupan manusia. Artinya, dengan menggunakan kriteria yang sama yaitu altruisme dan self-sucrifice sebagai ekspresi tertinggi dari moralitas, makhluk non-human pun sebenarnya juga dapat melakukanya. Di atas telah disebutkan bahwa semut, lebah, serta tumbuhan dapat merepresentasikan tindakan altruis dan self-sucrifice. Oleh karena itu, rasanya tidaklah terlalu berlebihan jika kita menyebut mereka sebagai makhluk yang juga memiliki

Sampai sejauh ini, rasanya tidak ada alasan yang cukup kuat untuk mengecualikan makhluk non-human sebagai makhluk yang tidak pantas disebut sebagi agen moral. Jika memang benar demikian sebenarnya tidak juga ada alasan yang berarti untuk melakukan eksploitasi terhadap mereka. Hanya saja, perlu di sadari bahwa seringkali yang menjadi masalah bukan karena manusia tidak tahu bagimana cara menghargai makhluk non-human dan memandangnya sebagai makhluk yang tidak memiliki nilai intrinsik pada dirinya, tetapi karena sebagain manusia terlalu sering menggunakan ukuran kemanusiaannya untuk dikenakan terhadap makhluk hidup di luar dirinya. Standar yang mereka berlakukan kadangkala tidak tepat sehingga merugikan peran dan keberadaan makhluk non-human. Jika kita ingin mencari pendekatan yang lebih baik, standarisasi tersebut tentunya perlu juga berorientasi terhadap kelebihan dan kekurangan makhluk non-human itu sendiri. Dengan demikian, tidak perlulah terjadi pembedaan yang berat sebelah antara manusia dan makhluk non-human dalam penentuannya sebagai agen moral dalam komunitas kehidupan di bumi.

Pendekatan etika life-centered sepertinya adalah salah satu pendekatan etika yang paling cocok untuk lingkungan hidup jaman ini. Pendekatan tersebut kiranya juga memberikan kondisi yang sangat mendukung untuk makhluk non-human yang kerapkali diabaikan oleh manusia. Dengan pendekatan yang sama terbuka juga kemungkinan untuk membangun prinsip-prinsip dasar moral lingkungan hidup. Begitu juga dengan prinsip hormat terhadap diri sendiri. Kiranya prinsip tersebut dapat dikebangkan menjadi prinsip yang bukan hanya dimaksudkan untuk menghormati diri sendiri semata tetapi juga untuk sesama, makhluk hidup non-human dan unsur yang terdapat di dalam alam semesta seperti yang semestinya terjadi untuk prinsip sikap baik dan tanggungjawab.

0 komentar:

 
PUMBAKALA site's © 2009 By. Ahmad